BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang
masyarakat meliputi gejala-gejala sosial, struktur
sosial dan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Sosiologi
menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat seperti norma-norma, kelompok
sosial lapisan masyarakat, lembaga
masyarakatan, proses sosial, perubahan sosial dan
kebudayaan serta perwujudannya. Gejala-gejala tersebut ada yang tidak
berlangsung normal sebagaimana yang di kehendaki masyarakat merupakan
gejala-gejala abnormal atau gejala-gejala patologis hal ini disebabkan adanya
unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi sehingga menyebabkan kekecewaan
dan penderitaan. Gejala-gejala
abnormal dinamakan masalah-masalah sosial. Salah satu contoh masalah masyarakat adalah kemiskinan.
Kemiskinan adalah suatu keadaan di mana seseorang
tidak sanggup memilihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok
dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisik dalam kelompok
tersebut. Kemiskinan sebagai suatu fenomena
sosial yang tidak hanya dialami oleh negara-negara
yang sedang berkembang tetapi juga terjadi di negara-negara
yang sudah mempuyai kemapanan di bidang ekonomi. Kemiskinan merupakan
permasalahan yang di akibatkan oleh kondisi nasional suatu negara dan situasi
global. Dengan
adanya globalisasi ekonomi dan ketergantungan antar negara dapat memberikan
tantangan dan kesempatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan suatu negara dan
juga memberikan resiko ketidakpastian perekonomian dunia. Indonesia menghadapi
masalah yang cukup besar di berbagai bidang baik di bidang ekonomi, kependudukan
maupun lingkungan hidup.
Pada umumnya semua akibat
kebijakan pemmerintah yang tidak berpihak kepada peningkatan kesejahteran
rakyat. Dampak dari berbagai kebijakan tersebut adalah masih banyaknya penduduk
miskin di Indonesia. Menyadari masih banyaknya penduduk miskin di Indonesia
maka penulis membuat tugas makalah ini dengan judul “Kemiskinan di Provinsi
Banten” dimana penulis tinggal langsung di lingkungan sekitar Banten.
1.2 Rumusan
dan Identifikasi Masalah
Masalah-masalah sosial berhubungan erat dengan
nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Masalah
tersebut bersifat sosial karena bersangkut paut dengan hubungan antar manusia
dan di dalam
kerangka bagian-bagian
kebudayaan normative dan dinamakan masalah karena bersangkut paut dengan
gejala-gejala yang menganggu kelanggengan dalam masyarakat. Dengan
demikian masalah-masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial yang menyangkup
segi moral. Dikatakan masalah karena menyangkut
tata kelakuan immoral, berlawanan dengan hokum dan bersifat merusak. Masalah
sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok
sosial yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, biopsikologis dan
kebudayaan.
Masalah-masalah sosial yang
berasal dari faktor ekonomis antara lain adalah kemiskinan, penggangguran
dan sebagainya. Masalah-masalah yang berasalh faktor biologis contohnya penyakit
sedangkan yang berasal dari faktor
psikologis seperti penyakit syaraf, gangguan
jiwa dan yang berasal dari kebudayaan menyankut perceraian, kejahatan,
kenakalan anak-anak, konflik rasial dan keagamaan.
Adapun dibuatnya tugas makalah ini penulis membatasi
ruang lingkup pembahasan yaitu mengenai permasalahan sosial dari faktor ekonomi
yaitu kemiskinan yang akan saya bagi dalam
beberapa pembahasan, sbb:
a.
Pengertian
kemiskinan
b.
Penyebab-penyebab
kemiskinan
c.
Dampak
Kemiskinan
d.
Kemiskinan
di Provinsi Banten
e.
Cara
mengatasi kemiskinan
1.3 Tujuan
dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain:
a.
Mengungkapkan
masalah kemiskinan yang terjadi di provinsi Banten
b. Meningkatkan
rasa empati, tenggang rasa dan sosial terhadap masyarakat disekitar kita dan kesenjangan sosial
c. Manfaat yang penulis harapkan dapat diambil, antara lain:
c. Manfaat yang penulis harapkan dapat diambil, antara lain:
*
Para pembaca
mengetahui bagaimana cara untuk menaggulangi kemiskinan di Indonesia
* Para pembaca
bisa berpartisipasi untuk menangulangi kemiskinan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kemiskinan
2.1.1
Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan merupakan sebuah konsep abstrak,
yang dapat di definisikan secara berbeda tergantung dari pengalaman dan
prespektif para penilai/analis. Cara pandang masing-masing orang akan
menentukan pemahaman tentang kondisi, sifat dan konteks kemiskinan, bagaimana
kemiskinan terjadi, bagaimana cara mengatasi kemiskinan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan
kemiskian sebagai suatu kondisi yang dialami seseorang yang mempunyai
pengeluaran per-kapita selama sebulan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan standar
minimum. Kebutuhan standar minimum. Kebutuhan standar minimum digambarkan
dengan garis kemiskinan (GK), yaitu batasan minimum pengeluaran per-kapita
per-bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Sedangkan
menurut Asian Development Bank/ ADB (199) memahami masalah kemiskinan sebagai
perampasan terhadap asset-aset den kesempatan-kesempatan penting dimana
individu pada dasarnya berhak atas haknya. Dari beberapa definisi mengenai
kemiskinan dapat dinyatana bahwa kemiskinan adalah sebuah kondisi dimana
seseorang atau suatu keluarga berada dalam keadaan; kekurangan dalam memenuhi
kebutuhan pokok, memperoleh pelayanan minimal dalam berbagai bidang kehidupan
yang disebabkan oleh akibat sampingan dari suatu kebijakan yang tidak dapat dihindari.
Besarnya
kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan.
Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif,
sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan
disebut kemiskinan absolut,
sbb:
a.
Kemiskinan
Absolut
Kemiskinan absolut adalah konsep
yang mengacu pada kepemilikian materi yang dikaitkan dengan standar kelayakan
hidup seseorang/keluarga. Kedua istilah ini menunjukan pada perbedaan sosial (sosial
distinction) yang ada dalam masyarakat. Perbedaannya adalah bahwa pada
kemiskinan absolut ukurannya sudah terlebih dahulu ditentukan dengan
angka-angka (GK) dan indicator serta kriteria yang digunakan.
b.
Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif adalah konsep
yang mengacu pada kepemilikian materi yang dikaitkan dengan standar kelayakan
hidup seseorang/keluarga. Kedua istilah ini menunjukan pada perbedaan sosial (sosial
distinction) yang ada dalam masyarakat. Perbedaannya adalah bahwa pada
kemiskinan absolut ukurannya sudah terlebih dahulu ditentukan berdasarkan
perbandingan relative tingkat kesejahteraan antar penduduk.
a.
Kemiskinan sementara
Kemiskinan
sementara yaitu kemiskinan yang terjadi sebab adanya bencana alam.
b.
Kemiskinan
kronis
Kemiskinan kronis yaitu kemiskinan
yang terjadi pada mereka yang kekurangan ketrampilan, aset, dan stamina
(Aisyah, 2001: 151).
Lingkaran
Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty
), menurut Bayo
(1996: 18) yang mengutip pendapat Chambers bahwa ada lima “ketidakberuntungan”
yang melingkari orang atau keluarga miskin yaitu sebagai berikut:
a.
Kemiskinan (poverty)
b.
Masalah kerentanan (vulnerability).
c.
Masalah ketidakberdayaan.
d.
Lemahnya ketahanan fisik
e.
Masalah keterisolasian.
2.1.2
Penyebab-Penyebab Masalah Kemiskinan
Kartasasmita (1996;235),
Sumodiningrat (1998:67) dan Baswir (1997:23) merumuskan bentuk-bentuk
kemiskinan yang sekaligus menjadi faktor penyebab kemiskinan, menjadi:
a. Kemiskinan natural, yaitu
keadaan miskin karena awalnya memang miskin. Kelompok masyarakat tersebut
menjadi miskin karena tidak memiliki sumber daya yang memadai baik sumber daya
alam, sumber daya manusia maupun sumber daya pembangunan, atau kalaupun mereka
ikut serta dalam pembangunan, mereka hanya mendapat imbalan yang rendah.
Kondisi kemiskinan seperti ini disebut sebagai “Persisten Poverty”, yaitu
kemiskinan yang telah kronis atau turun menurun.
b. Kemiskinan kultural, mengacu
pada sikap hidup seseorang atau kelompok masyarakat yang disebabkan oleh gaya
hidup, kebiasaan hidup dan budaya dimana mereka merasa hidup berkecukupan dan
tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat ini tidak mudah untuk diajak
berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mau berusaha dan merubah tingkat
kehidupannya.
c. Kemiskinan struktural, adalah
kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor buatan manusia seperti kebijakan
ekonomi yang tidak adail, distribusi asset produksi yang tidak merata, korupsi
dan kolusi serta tatanan ekonomi dunia yang cenderung menguntungkan kelompok
masyarakat tertentu saja. Munculnya kemiskinan structural disebabkan karena
upaya-upaya penangulangan kemiskinan natural namun pelaksanaanya tidak
seimbang, pemilikan sumberdaya tidak merata, kesempatan yang tidak sana
menyebabkan keikutsertaan masyarakat tidak merata pula, sehingga menimbulkan
struktur masyarakat yang timpang. Kemiskinan ini menurut Kartasasmita
(1996:236) disebut juga “accidental poverty”, yaitu kemiskinan karena dampak dari
suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan turunnya tingkat kesejahteraan
masyarakat. Golongan yang menderita kemiskinan structural ini misalnya para
petani yang tidak memiliki tanah sendiri atau para petani yang memiliki tanah
kecil sehingga hasilnya tidak mencukupi atau memberi makan kepada dirinya
sendiri dan keluarganya.
Menurut Paul
Spicker (2002, Poverty and the Welfare State : Dispelling the Myths, A Catalyst
Working Paper, London: Catalyst) penyebab
kemiskinan dapat dibagi dalam empat bagian, sbb:
a. Individual explanation,
diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri, seprti sifat malas,
cacat bawaab, gagal dalam pekerjaan, dsb.
b. Family explanation,
diakibatkan faktor keturunan, dimana antar generasi terjadi ke tidak
beruntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan.
c. Subcultural explanation, akibat
karakteristik perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari
masyarakat.
d. Structural explanation, menganggap
kemiskinan sebagai produk dari masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan
dengan pembedaan status atau hak.
Menurut Sharp et al. (Sharp, A.M., Register, C. A., Grimes, P.W. (2000),
Economics of Social Issues 14th edition, New York: Irwin McGraw-Hill.
Kemiskinan bersumber dari hal di bawah ini, yaitu:
a.
Rendahnya
kualitas angkatan kerja.
Salah satu penyebab terjadi kemiskinan adalah karena rendahnya kualitas
angkatan kerja. Kualitas angkatan kerja ini bisa dilihat dari angka buta huruf.
Sebagai contoh Amerika Serikat hanya mempunyai angka buta huruf sebesar 1%,
dibandingkan Ethiopia yang mempunyai angka di atas 50%.
b.
Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal.
Kepemilikan
modal yang sedikit serta rasio antara modal dan tenaga kerja (capital-to-labor
ratios) menghasilkan produktivitas yang rendah yang pada akhirnya menjadi
faktor penyebab kemiskinan.
c.
Rendahnya tingkat penguasaan teknologi.
Negara-negara
dengan penguasaan teknologi yang rendah mempunyai tingkat produktivitas yang
rendah pula. Tingkat produktivitas yang rendah menyebabkan terjadinya
pengangguran. Hal ini disebabkan oleh kegagalan dalam mengadaptasi teknik
produksi yang lebih modern. Ukuran tingkat penguasaan teknologi yang rendah
salah satunya bisa dilihat dari penggunaaan alat-alat produksi yang masih
bersifat tradisional.
d.
Penggunaan sumber daya yang tidak efisien.
Negara
miskin sumber daya yang tersedia tidak dipergunakan secara penuh dan efisien.
Pada tingkat rumah tangga penggunaan sumber daya biasanya masih bersifat
tradisional yang menyebabkan terjadinya inefisiensi.
e.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Menurut
teori Malthus jumlah penduduk berkembang sesuai deret ukur sedangkan produksi
bahan pangan berkembang sesuai deret hitung. Hal ini mengakibatkan kelebihan
penduduk dan kekurangan bahan pangan. Kekurangan bahan pangan merupakan salah
satu indikasi terjadinya kemiskinan.
Faktor-faktor
lain yang menjadi penyebab kemiskinan, anatara lain:
a.
Distribusi
pendapatan dan lapangan pekerjaan yang tidak merata.
b.
Tingkat
inflasi.
c.
Alokasi
serta kualitas SDA dan ketersediaan fasilitas yang kurang.
d.
Sarana
pendidikan dan teknologi yang tidak merata di daerah-daerah.
e.
Kondisi
politik dan peperangan yang terjadi di suatu wilayah.
f.
Bencana
alam.
2.1.3
Dampak Kemiskinan
Dampak akibat kemiskinan yang terjadi di
Indonesia, sbb:
a.
Penggangguran
Jumlah
pengganguran yang terjadi pada awal tahun 2011 mencapai 8,12 juta orang. Angka
penggangguran ini cukup fantatis, mengingat krisis multidimensional yang sedang
dihadapi oleh bangsa saat ini. Banyaknya penggangguran, berarti mereka tidak
bekerja dan otomatis mereka tidak mendapatkan penghasilan. Dengan tidak bekerja
dan tidak mendapatkan penghasilan, mereka tidak data memenuhi kebutuhan
hidupnya. Secara otomatis, pengangguran menurunkan daya saing dan beli
masyarakat.
b.
Kekerasan
Kekerasan
yang terjadi biasanya disebabkan karena efek pengangguran. Karena seseorang
tidak mampu lagi mencari nafkah yang benar dan halal.
c.
Pendidikan
Mahalnya
biaya pendidikan, mengakibatkan masyarakat miskin tidak dapat menjangkau dunia
sekolah atau pendidikan. Akhirnya, kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk
lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahnya tingkat
pendidikan seseorang. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat
tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala
bidang.
d.
Kesehatan
Biaya
pengobatan yang terjadi pada klinik pengobatan bahkan rumah sakit swasta besar
sangat mahal dan biaya pengobatan tersebut tidak terjangkau oleh kalangan
masyarakat miskin.
e.
Konflik
sosial bernuansa SARA
Konflik
SARA terjadi karena ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi kemiskinan yang
semakin hari semakin akut. Hal ini menjadi sebuah bukti lain dari kemiskinan
yang kita alami. Terlebih lagi fenomena bencana alam yang sering terjadi di
negeri ini, yang berdampak langsung terhadap meningkatnya angka kemiskinan.
semuanya terjadi hamper merata di setiap daerah di Indonesia, baik di pedesaan
maupun diperkotaan.
2.2 Penelitian
Kemiskinan di Provinsi Banten
Banten adalah sebuah provinsi di Pulau Jawa,
Indonesia.
Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat,
namun dipisahkan sejak tahun 2000 dengan
pusat pemerintahan di kota Serang serta berdasarkan keputusan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2000. Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten
adalah 9.160,70 km². Provinsi Banten terdiri dari 4 kota, 4 kabupaten,
154 kecamatan,
262 kelurahan,
dan 1.273 desa.
Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat
Sunda merupakan salah satu jalur lalu lintas laut yang strategis karena dapat
dilalui kapal besar yang menghubungkan Australia
dan Selandia Baru
dengan kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand,
Malaysia,
dan Singapura.
Di samping itu Banten merupakan jalur penghubung antara Jawa dan Sumatera.
Bila dikaitkan posisi geografis dan pemerintahan maka wilayah Banten terutama
daerah Tangerang raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan) merupakan wilayah
penyangga bagi Jakarta. Secara ekonomi wilayah Banten memiliki banyak industri.
Wilayah Provinsi Banten juga memiliki beberapa pelabuhan
laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk menampung kelebihan kapasitas
dari pelabuhan laut di Jakarta dan ditujukan untuk menjadi pelabuhan alternatif
selain Singapura.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2005 mayoritas berasal dari
sektor industri pengolahan (49,75%), diikuti sektor perdagangan, hotel dan
restoran (17,13%), pengangkutan dan komunikasi (8,58%), serta pertanian yang
hanya 8,53%. Namun berdasarkan jumlah penyerapan tenaga kerja, industri
menyerap 23,11% tenaga kerja, diikuti oleh pertanian (21,14%), perdagangan
(20,84%) dan transportasi/komunikasi yang hanya 9,50%.
2.2.1 Kemiskinan di Provinsi Banten
Besar kecilnya jumlah penduduk
miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin versi
BPS adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan
dibawah Garis Kemiskinan. Pada tahun 2007-2012 kemiskinan di Provinsi Banten
mulai bergerak turun. Program-program anti kemiskinan yang digulirkan oleh
pemerintah seperti BLT, PNPM Mandiri, P2KP dan lain sebagainya, membuat jumlah
penduduk miskin terkoreksi dan terus mengalami penurunan.Namun berdasarkan
penelitian terbaru untuk periode Maret 2012 – September 2013 kemiskinan di
Provinsi Banten mengalami peningkatan. Berikut ini data yang di dapatkan dari
BPS Provinsi Banten:
Perkembangan
Tingkat Kemiskinan Maret 2012 - September 2013
Jumlah penduduk miskin di Banten pada bulan
September 2013 mencapai 682,71 ribu orang (5,89 persen).
Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2013, maka selama
enam bulan tersebut
terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 26,47 ribu orang (4,03
persen). Berdasarkan daerah
tempat tinggal, pada periode Maret 2013 - September 2013 penduduk miskin di
daerah perkotaan bertambah
sebesar 50,66 ribu orang (13,93 persen), sementara penduduk miskin di daerah
perdesaan berkurang
sebesar 24,2 ribu orang (8,27 persen).
Beberapa
faktor terkait peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2013 - September
2013 di perkotaan:
a.
Selama periode Maret-September 2013 inflasi umum relatif tinggi, yaitu sebesar
5,76 persen akibat kenaikan
harga bbm pada bulan Juni 2013.
b.
Upah buruh konstruksi secara riil turun sebesar 3,15 persen dari Rp. 44.471,-
menjadi Rp. 43.070,-.
Beberapa
faktor terkait dengan penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2013 -
September 2013 di perdesaan :
a.
Upah riil buruh pertanian meningkat dari Rp 22.340,- menjadi Rp 22.609,- pada
September 2013.
b.
Pertumbuhan sektor pertanian pada Triwulan I ke Triwulan
III 2013 menunjukkan angka positif yaitu
sebesar
2,11 persen.
Sampai dengan
tahun 2012, jumlah dan persentase penduduk miskin di Banten menunjukan trend
menurun. Namun, pada Maret 2013 jumlah penduduk miskin mengalami sedikit
kenaikan diakibatkan oleh inflasi umum yang relative tinggi yaitu sebesar 3.80
persen. Kemudian pada September 2013 jumlah penduduk miskin di Banten kembali
mengalami kenaikan sebesar 4.03 persen. Perkembangan tingkat kemiskinan di
Provinsi Banten dari tahun 2007 sampai dengan 2013 ditunjukan oleh gambar
berikut ini:
2.3 Cara
Menghadapi Kemiskinan
Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di
tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam
arti cost effectiveness-nya tinggi. Ada tiga
pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
a.
Pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
b.
Pemerintahan yang baik (good governance)
c.
Pembangunan sosial
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan
intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang
bila di bagi menurut waktu yaitu :
a.
Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor
pertanian dan ekonomi pedesaan.
§ Penyedekahan
merupakan satu cara yang baik untuk membantu golongan termiskin dalam
masyarakat. Tetapi ia tidak dapat mengatasi masalah kemisikinan secara
keseluruhan.
§ Penyediaan
fasilitas umum dan sosial kepada masyarakat kurang mampu. Misalnya, penyediaan
beras murah untuk orang miskin (raskin), pelayanan kesehatan gratis di
puskesmas, fasilitas air bersih, pendidikan dasar gratis (murah), dan listrik
murah.
b. Intervensi jangka menengah dan panjang meliputi:
Pembangunan sektor swasta, Kerjasama regional, APBN dan administrasi,
Desentralisasi, Pendidikan dan Kesehatan Penyediaan air bersih dan Pembangunan
perkotaan. Contoh dari investasi ini,
antara lain:
§ Pengendalian laju pertumbuhan populasi penduduk,
terutama golongan penduduk miskin. Pengendalain laju populasi tersebut bisa
dilakukan dengan kembali menggiatkan program keluarga berencana.
§ Meningkatkan Mutu SDM, hal ini bisa
dimulai dari kementerian terkait, Dirjen, hingga tingkat daerah dengan
melakukan koordinasi yang terarah dan solid.
§ Meningkatkan Kesehatan, investasi
kesehatan adalah masalah pendidikan bagi masyarakat dengan tujuan menciptakan
kesadaran akan pentingnya kesehatan dan bagaimana menciptakan budaya.
Berikut Ini adalah Daftar Program-Program
Pemerintah Indonesia Dalam
Menanggulangi
kemiskinan Di Indonesia:
§
Menaikan anggaran untuk program-program
yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan penanggulangan kemiskinan
dan pengangguran dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan berbasis komunitas
dan kegiatan padat karya
§ Mendorong APBD provinsi, kabupaten dan
kota pada tahun-tahun selanjutnya untuk meningkatkan anggaran bagi
penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Tetap mempertahankan program lama
seperti:
·
BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
·
RASKIN (Beras Miskin).
·
BLT (Bantuan Langsung Tunai).
·
Asuransi Miskin.
§ Akselerasi pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas harga khususnya harga beras (antara lain: menjaga harga beras
dipasaran tidak lebih dari Rp.5000,- per Kg).
§ Memberikan kewenangan yang lebih luas
kepada masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan.
§
Sinergi masyarakat dengan pemerintah
dalam penanggulangan kemiskinan.
§
Mendayagunakan potensi dan sumberdaya
lokal sesuai karakteristik wilayah.
§
Menerapkan pendekatan budaya lokal dalam
proses pembangunan.
§ Prioritas kelompok masyarakat paling
miskin dan rentan pada desa-desa dan kampung-kampung paling miskin.
§ Open Menu: kelompok masyarakat dapat
menentukan sendiri kegiatan pembangunan yang dipilih tetapi tidak tercantum
dalam negative list.
§ Kompetitif: desa-desa dalam Kecamatan
haus berkompetisi untuk memperbaiki kualitas kegiatan dan cost effectiveness.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Memiliki banyak polemik dalam menuntaskan kemiskinan membuat Indonesia
harus sesegera mungkin berbenah diri. Kemiskinan memang tidak mungkin
dihilangkan, namun bukan tidak mungkin untuk mengurangi persentase kemiskinan.
Pengentasan kemiskinan bukan sematamata masalah permodalan dan keterampilan
teknis, melainkan masalah bagaimana membangkitkan perasaan mampu mengatasi
hidup di kalangan orang miskin dengan cara yang bermartabat dan menjaga harga
diri.
3.2 Saran
Upaya penanganan kemiskinan harus menjadi prioritas dalam pemerintah.
Selain itu pemerintah harus berusaha meningkatkan kemampuan dan pendidikan
penduduk miskin agar keluar dari garis kemiskinan.
Kita sebagai orang yang peduli akan orang miskin kita harus berupaya
membantu semampunya, bisa dalam bentuk fisik maupun non fisik.
Kemudian bagi para orang-orang yang berkecukupan, janganlah kita
bersenang-senang diatas penderitaan orang lain. Masih banyak di luar sana yang
sangat membutuhkan uluran tangan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
www.bappeda-purwakarta.or.id/artikel/kemiskinan%20perempuan.pdf
id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
Berita
Resmi Statistik Provinsi Banten No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014
www.banten.bps.go.id
selamat sore
ReplyDeleteartikelnya sangat bagus , cocok seperti apa yg sedang saya cari
bolehkah saya meminta artikel ini ?
ini email saya :
ReplyDeleteazaendar@ymail.com
bolehkah saya meminta materi ini ?
ReplyDelete